Jumat, 14 September 2012

Pipa Bocor

Pipa Bocor
Permainan pipa bocor merupakan permainan yang mengutamakan kerja sama antar individu dalam sebuah kelompok. Permainan ini berupa memasukan air ke dalam pipa paralon yang bocor untuk mengeluarkan bola plastik yang ada di dalamnya. Tujuan dari permainannya adalah untuk mengasah kekompakan dalam sebuah tim dan bahu membahu di berbagai situasi.

Peralatan
Memakai alat :
  • Pipa paralon besar yang sudah banyak dilubangi secara acak.
  • Bola tenis meja.
  • Gayung atau gelas plastik.
  • Air.

Cara bermain
  • Setiap peserta di bagi ke dalam berbagai kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang.
  • Fasilitator mempersiapkan setiap tim untuk menentukan siapa saja yang menutup bocoran pipa dan siapa yang mengisi air.
  • Tim yang lebih cepat mengeluarkan bola tenis meja dari pipa yang bocor, maka menjadi pemenangnya.
(Sumber: Taufiq, A.I. Nurul, Pupung, Ed. 2010. Panduan Outbond Seru (Ragam Permainan Outbond Yang Bermanfaat dan Menyenangkan). Cetakan ke-1. Yogyakarta: Media Pressindo.)

Gajah dan Semut

Gajah dan Semut
Peserta membuat lingkaran dan mengelilingi trainer. Apabila trainer mengatakan gajah, berarti harus membuat lingkaran kecil dengan tangan di dada. Namun apabila mengatakan semut, peserta membuat lingkaran yang besar. Tujuan permainan ini untuk merangsang gerak motorik, refleks dan konsentrasi.

Peralatan
Tanpa alat

Cara bermain
  • Trainer meminta seluruh peserta membuat lingkaran.
  • Apabila trainer mengatakan gajah, maka peserta harus menyebutkan kata besar dengan membuat lingkaran yang kecil dengan tangan di dada.
  • Apabila trainer mengatakan semut, maka peserta menyebutkan kata kecil dengan membuat lingkaran yang besar dengan berpegang tangan.
  • Untuk membuat permainan lebih seru, trainer boleh menyebutkannya dengan perlahan atau lebih cepat.
(Sumber: Taufiq, A.I. Nurul, Pupung, Ed. 2010. Panduan Outbond Seru (Ragam Permainan Outbond Yang Bermanfaat dan Menyenangkan). Cetakan ke-1. Yogyakarta: Media Pressindo.)

Benjang (Gulat Asli Tanah Sunda)

     
Negara Indonesia yang kaya dengan seni budaya daerah ini terbukti dengan masing-masing daerah memiliki kesenian tersendiri (khas), seperti Benjang yakni salah satu seni budaya tradisional Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Bandung dan ternyata di daerah lain pun ada seni budaya tradisional semacam Benjang.
   


Seperti di daerah Aceh disebut Gedou-gedou, daerah Tapanuli (Sumatera Utara) disebut Marsurangut, daerah Rembang disebut Atol, daerah Jawa Timur disebut Patol, daerah Banjarmasin disebut Bahempas, daerah Bugis (Sulawesi Selatan) disebut Sirroto dan daerah Jawa Barat disebut Benjang.
Benjang merupakan suatu bentuk permainan tradisional yang tergolong jenis pertunjukan rakyat. Permainan tersebut berkembang di sekitar kecamatan Ujung Berung, Cibolerang dan Cinunuk; pada mulanya kesenian ini berasal dari pondok pesantren, yaitu sejenis kesenian tradisional yang bernafaskan keagamaan (islam).
Dihubungkan dengan religi, Benjang dapat di pakai sebagai media untuk mendekatkan diri dengan sang kholik. Sebab sebelum pertunjukan, pemain Benjang selalu melaksanakan tata cara dengan membaca do'a-do'a agar dalam pertunjukan tersebut selamat tidak ada gangguan.

Ada pun alat yang digunakan dalam Benjang terdiri dari Terbang, Gendang, Pimprung, Kempring, Kempul, Kecrek, Terompet dan dilengkapi pula dengan Bedug dan lagu Sunda. Disebutkan Mahasiswa Fakultas Bisnis Manajemen Universitas Widyatama, Dhiora Bintang mengatakan Benjang telah muncul sejak abad 18.
  




Budaya Gulat Eropa menginspirasi kelahiran Benjang. Pada masa itu Benjang kental dengan corak Islami. "Ada tatabuhan yang berasal dari budaya Islam," kata peneliti Benjang Andang Segara. Di era kemerdekaan, Benjang jadi alat perjuangan yakni sarana terselubung latihan fisik para pejuang.
"Ujung Berung adalah basis para pahlawan di kota Bandung" kata Andang. Tak heran jika Ujung Berung sebagai kota kelahiran Benjang yang menjadi pusat para pejuang. Saat ini Benjang menjadi seni atraksi yang menarik. Menurut Andang, rangkaian pertunjukan Benjang di mulai dari Benjang Laran, Topeng dan Gelut.
Benjang Laran jadi media informasi pada masyarakat bahwa akan ada event. Dilanjutkan dengan Benjang Topeng yang penuh dengan nuansa magis. Kelakuan pemain Benjang yang menggunakan topeng di luar nalar manusia. Andang menuturkan di suatu event, pemain Benjang bak kerasukan dengan menangkap ikan di kolam. 
"Pak Dada (Walikota Bandung) sampai kaget dan bilang minta di kolam saya," kata Andang dengan mimik serius. Atraksi ini ditutup oleh Benjang Gelut (Gulat). Para pemain Benjang, Bergulat beralas tanah. Tidak ada acara timbang badan, pemain seberat 70 kg pun bisa melawan 50 kg. 
Para jawara desa ini di tempa karena kondisi, semisal menimba air hingga mengangkut padi. Namun tak berarti bermain Benjang tidak memiliki teknik. Teknik Benjang terdiri dari Nyentok (hentak kepala), Dangkekan (piting) dan Hapsay (ngagebot). Benjang seperti budaya lokal lain harus bisa survive menahan gempuran budaya asing. 
Warga sunda sendiri kini mulai asing dengan Benjang. Tercatat ada 92 Paguyuban Benjang di Jawa Barat. "Kini Benjang tidak hanya di Ujung Berung tapi juga di Sukabumi, Garut dan Indramayu," papar Andang. Tapi Andang mengakui eksistensi Benjang redup di Ujung Berung karena kota ini jadi metropolis yang dihuni banyak warga pendatang.
Bermain Benjang terkadang di dorong rasa iseng, bermula dari mengikuti ajakan lingkungan sampai keterusan. Andang menuturkan Profesor dari Jepang pernah meneliti Benjang. "Dia pake bahasa Jepang, saya pake bahasa Indonesia" katanya sambil tertawa.
Orang dari Inggris, Korea dan Amerika juga bertandang ke Indonesia untuk mempelajari seni Benjang. Nama Benjang telah di angkut ke panggung Internasional. Utusan budaya RI pernah keliling Eropa menampilkan seni Benjang. Ketimbang bermain smackdown yang terbukti memakan korban. 
Lebih bagus generasi muda bermain smackdown ala Indonesia. Ya, Benjang! main-main jadi bukan main. Menurut pendapat salah seorang sesepuh Benjang yang tinggal di desa Cibolerang Cinunuk Bandung, bahwa nama Benjang sudah dikenal oleh masyarakat sejak tahun 1820.
Tokoh Benjang yang terkenal saat itu, antara lain Haji Hayat dan Wiranta. Kemudian ia menjelaskan mengenai asal-usul Benjang adalah dari desa Ciwaru, Ujung Berung ada juga yang menyebutkan dari Cibolerang Cinunuk, ternyata kedua daerah ini sampai sekarang merupakan tempat berkumpulnya tokoh-tokoh Benjang.
Mereka berusaha mempertahankan agar Benjang tetap ada dan lestari. Tokoh Benjang saat ini yang masih ada antara lain: Adung, Adang, Ujang Rukman, Nadi, Emun dan masih ada lagi tokoh yang lainnya yang belum sempat penulis catat. Dari pondok pesantren, kesenian ini menyebar ke masyarakat.
Biasanya di masyarakat diselenggarakan dalam rangka memperingati upacara 40 hari kelahiran bayi, syukuran panen padi, maulid Nabi, upacara khitanan, perkawinan dan hiburan lainnya yang dapat pula mengiringi gerak untuk dipertontonkan yang disebut ”DOGONG”.
Dogong adalah suatu permainan saling mendorong dengan mempergunakan kayu penumbuk padi. Dari Dogong berkembang menjadi ”SEREDAN” yang mempunyai arti permainan saling mendesak tanpa alat, yang kalah kemudian dikeluarkan dari arena.
Kemudian dari Seredan berubah menjadi adu mundur, ini masih saling mendesak untuk mendesak lawan dari dalam arena permainan tanpa alat, mendorong lawan dengan pundak dan tidak diperkenankan menggunakan tangan. Karena dalam permainan ini pelanggaran sering terjadi terutama bila pemain hampir terdesak keluar arena.
Dengan seringnya pelanggaran dilakukan, maka permainan adu mundur digantikan oleh permainan adu munding. Permainan Benjang sebenarnya perkembangan dari adu munding (kerbau) yang lebih mengarah kepada permainan gulat dengan gerakan menghimpit lawan (piting).
Sedangkan pada adu munding, tidak menyerat-menyerat lawan keluar arena melainkan mendorong dengan cara membungkuk (merangkak) mendesak lawan dengan kepalanya seperti kerbau bertarung. Namun gerakan adu mundur maupun adu munding tetap menjadi gaya seseorang dalam permainan Benjang.
Permainan adu munding dengan menggunakan kepala untuk mendesak lawan, dirasakan sangat berbahaya, sekarang gaya itu jarang dipakai dalam pertunjukan Benjang. Peserta permainan Benjang sampai saat ini baru dimainkan oleh kaum laki-laki terutama remaja (bujangan), tetapi bagi orang yang berusia lanjut pun diperbolehkan asal mempunyai keberanian dan hobi.
Apabila kita membandingkan perkembangan Benjang zaman dahulu dengan sekarang pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang begitu mencolok, hanya pertandingan Benjang zaman dahulu, apabila pemain Benjang masuk ke dalam arena biasanya suka menampilkan ibingan dengan mengenakan kain sarung sambil diiringi musik tradisional yang khas.
Kemudian setelah berhadapan dengan musuh, mereka membuka kain sarung masing-masing berikut pakaian yang ia pakai di atas panggung dan tersisa hanya celana pendek saja yang menandakan dirinya bersih (tidak membawa suatu alat) sportif.
Setelah itu, penabuh alat-alat musik Benjang dengan penuh semangat membunyikan tabuhannya dengan irama Bamplang (semacam padungdung dalam irama pencak silat), maka setelah mendengar musik dimulailah pertandingan Benjang.
Dalam pertandingan ini karena tidak ada wasit mungkin saja di antara pemain ada yang licik sehingga bisa mengakibatkan lawannya cidera. Apabila ada seorang pemain Benjang posisinya sudah berada di bawah pertandingan, seharusnya diberhentikan karena lawannya sudah menyerah.
Namun karena tidak ada yang memimpin pertandingan, akhirnya lawan di kunci sampai tidak bisa mengacungkan tangan yang berarti lawannya bermain curang, apabila pemain Benjang yang curang itu ketahuan oleh pihak yang merasa dirugikan maka akan menimbulkan keributan terutama dari penonton.
Tetapi apabila pemain Benjang itu bertanding dengan bersih dan sportif maka pihak yang kalah akan menerimanya walaupun mengalami cidera, sebab sebelumnya sudah mengetahui peraturan pertandingan Benjang, apabila salah seorang mengalami cidera tidak akan ada tuntutan.
Seorang pemain Benjang dikatakan kalah setelah berada di bawah dalam posisi terlentang, melihat tanda seperti itu wasit langsung memberhentikan pertandingan dan lawan yang terlentang tadi dinyatakan kalah. Permainan Benjang sperti dulu sudah tidak dilakukan lagi, sebab sekarang sudah ada wasit yang memimpin.
Yang melaksanakan di atas panggung memasang alas semacam matras sehingga tidak begitu membahayakan pemain ialah (tukang Benjang). Sedangkan mengenai teknik dan teori Benjang dari zaman dahulu sampai sekarang tetap sama tidak berubah, diantaranya adalah :
  1. Nyentok (hentak kepala).
  2. Ngabeulit (beulit gigir, beulit hareup, beulit bakung).
  3. Dobelson.
  4. Engkel Mati
  5. Angkat.
  6. Dengkekan.
  7. Hapsay (ngagebot).
  8. Dan lain-lain
Dalam pertunjukan Benjang di masyarakat, jumlah anggota kelompok pemain Benjang berkisar antara 20 sampai 25 orang yang terdiri dari satu orang pemimpin Benjang, 9 orang penabuh dan sisanya sebagai pemain. Inti dalam grup Benjang 15 orang yang terdiri 9 orang penabuh, 1 pemimpin, 4 pemain dan 1 wasit.
Walaupun Benjang dikatakan sepi, tetapi ada beberapa orang pemain Benjang yang mencoba terjun ke dunia olahraga Gulat dan mereka berhasil menjadi juara, diantaranya :
  1. Adang Hakim, tahun 1967-1988 asal desa Cinunuk. 
  2. Abdul Gani, tahun 1969-1970 asal desa Ciporeat.
  3. Emun, tahun 1974-1977 asal desa Cinunuk.
  4. Ii, tahun 1978-1979 asal desa Cinunuk.
  5. Taufik Ramdani, tahun 1979-1988 asal desa Cinunuk.
  6. Asep Burhanudin, tahun 2000 asal desa Cinunuk.
  7. Tohidin, tahun 2000 asal desa Cinunuk (kategori anak-anak). 
Pelatih Gulat asal Inggris, Johnny Silmon (41), beberapa tahun ini menyusuri ragam ilmu bela diri di Indonesia. Salah satunya, pria berbobot 97 kg ini terpikat olahraga tradisional asal kota Bandung yakni Benjang. "Saya senang Benjang. Saya pernah berlatih Benjang pada tahun 2004 lalu," kata Johny.
Pada waktu itu, ia berlatih dengan arahan salah satu pelatih Benjang, Ena Mulyana di kawasan Ujung Berung. Sekitar satu minggu Eka menempa Johny dengan menjejali ilmu dan teknik Benjang yang mirip Gulat ini. Beberapa kali menyambangi Indonesia, Johny memiliki misi ingin mengenal ragam seni dan budaya milik nusantara.
Ia pun ingin sekali menjajal aneka olahraga bela diri khas tanah air. "Saya juga selama ini belajar Pencak Silat," terangnya. "Topeng Benjang dalam pagelaran seni Benjang ditempatkan untuk mengisi waktu sambil menunggu persiapan pementasan Benjang Gulat (olahraga)," ungkap ketua harian Paguyuban Benjang Jawa Barat, Andang Segara.
Ia pun menyayangkan, keberadaan Topeng Benjang sedikit terabaikan sehingga di ambang kepunahan. Walaupun demikian, Paguyuban Benjang Jawa Barat akan berusaha mengembangkannya. "Sebenarnya Benjang Topeng tidak dapat dipisahkan dari pagelaran seni Benjang secara utuh.
Sama halnya dengan Benjang helaran yang fungsinya untuk mengabarkan kepada masyarakat tentang adanya pagelaran seni Benjang. Begitu pun dengan Benjang Topeng yang fungsinya sebagai pengisi waktu sebelum pertandingan Benjang Gulat," paparnya.
Andang mengaku, untuk mengembangkan dan melestarikan Topeng Benjang terganjal masalah sumber daya manusia. Menurutnya pelaku seni Topeng Benjang masih sangat sedikit dan sudah berumur. "Tentunya perlu regenerasi terlebih dahulu," katanya.
Ia pun menyatakan tak hanya Topeng Benjang yang mengalami kesulitan dalam pengembangannya, seni Benjang secara keseluruhan pun banyak mengalami kendala. Pasalnya, masih banyak pelaku seni Benjang yang masih berpikiran ortodoks.
"Mereka kalangan generasi tua, agak sulit di ajak mengembangkan seni Benjang dengan pemikiran kekinian," tambahnya. Revitalisasi perlu dilaksanakan karena seni Benjang ini jangan sampai punah atau termarjinalkan. Siapapun yang meneruskan dan mewarisinya, revitalisasi harus terus dilakukan.
Kami sendiri sangat apresiatif karena seni Benjang tetap lestari. Bahkan, menurut ketua harian Paguyuban Benjang Jawa Barat, di Ujung Berung ini berkembang 12 jenis seni Benjang. Ini merupakan aset yang sangat berharga. 
Apalagi sekarang ini seni tradisi Benjang tetap mendapatkan perhatian masyarakat. Sejak kelahirannya, tidak pernah surut walaupun ada kendala. Sebab seni ini sudah mengurat akar di masyarakat dan tidak pernah tergerus jaman.
Masyarakat sendiri sangat memperhatikan dan antusias melestarikan seni tradisi ini sehingga apa pun kendala yang dihadapi dapat diatasi. Para tokoh seni tradisi Benjang masih tetap gigih mempertahankan seni tradisi ini. 
Para tokoh yang kini sudah berusia tua, juga tidak pernah surut dalam melestarikan seni tradisi Benjang. Melalui regenerasi ini, pelaku-pelaku seni Benjang harus terus di pupuk dan di beri arahan sehingga seni tradisi Benjang akan lebih bisa cocok dengan kondisi masa kini yang memerlukan polesan-polesan.
(Sumber: Radar Karawang, 09 September 2012, Halaman 03.)

Senin, 10 September 2012

Jajangkungan

Permainan egrang adalah salah satu permainan tradisional yang cukup menyenangkan. Olahraga ini menggunakan 2 potong bambu yang panjangnya ± 2 m. Bambu tersebut di beri lubang dan di pasang kayu sebagai pijakan kaki.
Permainan ini banyak memerlukan keterampilan kaki, tangan serta keseimbangan tubuh yang mantap dan akan lebih menyenangkan jika dijadikan perlombaan.
(Sumber: Raharjo, E. 1994. Pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Untuk SLTP Kelas 1. Cetakan ke-1. Surakarta: Penerbit "Seti-Aji".)

Rabu, 05 September 2012

Tinju Air

Permainan ini lebih kepada hiburan semata yang di daerahnya terdapat mata air seperti sungai atau danau dengan air dangkal. Kalau memang sisi dari bibir aliran airnya tidak terlalu lebar, bisa disimpan seutas bambu dengan panjang yang bervariasi. Kemudian bambu tersebut, ditempati oleh dua orang yang berlawanan arah. Untuk pemukulnya, bisa memakai guling atau yang lain dengan bahan lunak (yang bisa diredam oleh tubuh). Jika memakai bahan keras, malah bisa melukai kedua belah pihak; Arah pukulan ialah tubuh bagian atas mulai dari panggul hingga kepala.Apabila salah satu darinya ada yang berhasil menjatuhkan sampai benar-benar terjatuh menyentuh air, maka dialah yang menjadi pemenangnya.

Kasti

Permainan kasti banyak dimainkan anak anak sekolah dasar, pemain dibagi dua regu, salah satu mendapat giliran jaga dan satu regu lagi mendapat giliran untuk memukul. Disediakan beberapa pos yang ditandai dengan tiang dimana pemain serang (yang mendapat giliran pukul) tak boleh di "gebok" atau dilempar dengan bola. Pemain serang bergiliran memukul bola yang diumpan oleh salah seorang pemain jaga.
    Pemain jaga, berjaga dilapangan untuk mencoba menangkap pukulan pemain serang. Ketika bola terpukul, pemain serang berlari ke pos berikutnya. Kalau pemain yang sedang lari menuju pos dapat di "gebok", dia dinyatakan mati dan kedua regu berganti. Regu serang jadi regu jaga dan sebaliknya.
    Pemain serang yang berhasil pulang mendapat satu angka. Regu yang mendapat angka terbanyak ketika pertandingan berakhir dinyatakan menang. Permainan ini memang menggunakan gerak dasar berlari, memukul bola dengan sebuah tongkat, menangkap dan melempar.
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kasti)